Selasa, 18 Juli 2023

SELASA SASTRA - PUISI "Gedung ajaib"

 Gedung ajaib 

karya hilman arun


ia menatap
layar ponsel hitam pekat
dengan beralaskan tikar lusuh
di tengah titik gedung tua saat matahari hilang dari peraban


saya kembali
menatap nya dengan tajam
layar ponsel nya kini gelap,
menandakan dia sudah berhenti
tepat pukul 20.17 dibawa remang cahaya pada saat itu


mereka berbicara
“ teori-teori itu semakin membuat kita gila”ucap seorang pria berkain biru,
yang sebenarnya saya tak mengetahui beliau siapa
ingin ku bertanya pada sudut tiang atau lampu remang dia gedung itu
sayang keberanian ku tak seperti rahwana untuk menanyakan beliau siapa

saya bertemu pria jaket kuning,
dia teman terdekat saya saat masa itu
ingatan diri saya kembali kemasa itu
saya tahu benar saya menghabiskan malam bersama iringan dialog-dialog itu
“ ah itu benar benar sangat melelahkan “
gumam saya dalam rotasi fikiran saya

mereka terdiam
di atas kursi, di bawa atap merkea berkumpul
menjadi lingkaran untuk mengerjakan sesuatu yang diberi oleh pria berkain biru
dibawah atap gedung sastra yang kini sudah mulai berjamur


pecernaan saya sakit
kaki besar ini kemudian menegakan tumpuanya dengan sandal kulit coklat
sudut mata kini bermain bersama gedung ini
interaksi manusia menjadi seperti pasar saat 3 pria di pojok gedung tertawa tiba-tiba,
“ jadi ngeri ngeliatnya “ sambil tertawa kecil pria berkain biru itu kembali berbicara


gedung ini,
membuat saya faham tentang insa-insan baru, yang saya tau pria berkain biru  adalah seseorang yang mengerti dari bagian dari tugas ini, tugas yang membuat saya bercerita
bagaimana malam ini saya berniat beranjak menuju gedung ajaib ini, yang semula saya hilang dari peradaban gedung ini

 


Kamis, 13 Juli 2023

NASKAH UNSTRAT - "Bela(h) Diri"

 

BELA(H) DIRI

Karya : Khasanah Rahmawati

Adaptasi naskah monolog PRODO IMITATIO Karya Arthur S Nalan

           

SEORANG LAKI-LAKI MUNCUL  KE TENGAH PANGGUNG MEMAKAI BAJU SATPAM.

(BLACKOUT)

Segala sesuatu hanya ada karena uang

Segala sesuatu hanya ada karena uang

Segala sesuatu hanya ada karena uang

 

LAMPU MULAI MENYALA, SAMBIL MEMBAWA PERALATAN SATPAM  

(BERTERIAK)

PENDIDIKAN INVESTASI PERADABAN!

PENDIDIKAN INVESTASI PERADABAN!

(SEMANGAT MENGGEBU-GEBU)

MELIHAT REKTOR DI DEPANNYA SETELAH BERPIDATO

Sudah lama aku bekerja dan mengenal Pak Prodo, rektorku yang aku banggakan di Universitas Zuzulapan. Pak Prodo adalah orang yang dermawan, ia senang memberikan hadiah untuk karyawannya. Contohnya sepatu ini, sepatu hitam gagah ini adalah pemberian dari Pak Rektor. Dari pengalamanku bekerja sebelum di kampus ini, rektorku yang dulu tidak sedermawan Pak Prodo, ia tidak pernah memberikan hadiah pada para karyawannya. Selain itu banyak mahasiswa universitas tempat bekerjaku dulu yang cerita padaku : mengeluhkan tugas kuliah, sistem KKN yang tidak jelas, hingga stress karena tugas akhir, pokoknya semuanya serba sulitlah. Akhirnya mereka menganggap pendidikan itu memberatkan.

Tapi kalau di sini beda, aku sudah hafal betul dengan sistem perkuliahan di Universitas Zuzulapan. Karena aku sendiri merasakan kuliah S1 di sini, ditawari langsung oleh rektornya. Walaupun satpam, Pak Prodo tetap memperhatikan pendidikan karyawannya. Semua karyawan di sini dikuliahkan oleh Pak Prodo. Kuliahnya menyenangkan tanpa perlu bekerja keras, tidak perlu membawa buku-buku tebal, tidak ada tugas, tidak perlu pusing, pokoknya tidak memberatkan sama sekali.

Kebijakan-kebijakan cerdas yang Pak Prodo selalu menghasilkan sistem pendidikan yang efektif, solutif, dan inovatif. Tidak membebani dan menyulitkan mahasiswanya.

Kalau jadi karyawannya? Gaji lancar, gaya hidup meningkat, sejahtera, sehat, dan sentosa!

Kalau jadi mahasiswanya? Senang, tenang, semua gampang.

Menarik bukan? Ada yang berkenan? Kalau mau masuk Universitas Zuzulapan yang pusatnya di Amarakua, bisa melaluiku, aku akan menghubungkan langsung pada Pak Prodo Imitatio rektornya! Tidak ribet, proses cepet, sat set. Dijamin senang dan sejahtera! (TERKEKEH)

Di negeri yang pendidikannya berseri-seri ini, semua orang berlomba-lomba ingin jadi sarjana, doktor, profesor. Orang-orang itu penuh nafsu pada gelar. Tentu untuk memperoleh gelar itu sulit, harus bersusah payah, kerja keras, berkorban waktu, pikiran dan tenaga juga uang.

Untung ada Pak Prodo

Ya, dia adalah Prodo Imitatio!

Salam Imitatio! Viva Profesores Prodo!

Dewa penolong yang siap memberi gelar dari S1-S2-S3, bisa apa saja dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, semua menyangkut pemberian gelar diselesaikan dengan sejumlah uang, lalu bisa wisudanya di hotel berbintang.

(TERKEKEH SEPERTI KAMBING, MEMBERI HORMAT PADA PRODO, REKTORNYA)

TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA SIRINE POLISI DAN KETUKAN PINTU YANG KERAS. SUASANA BERUBAH, DIA STRESS, KETAKUTAN, DAN MERINGKUK DI POJOK RUANGAN. KETIKA KETUKAN PINTU SUDAH BERULANG KALI, IA BARU BERANI MEMBUKA PINTU.

(DIALOG DENGAN POLISI IMAJINASI)

“Selamat siang, Pak. Pak Rektor? Pak Prodo sedang pergi menjadi pembicara di Universitas  lain. Maklumlah Pak, rektor terkenal (Tertawa) Hah? Bagaimana Pak? Penangkapan bisnis jual beli gelar?”

Siang itu dilakukan grebek besar-besaran kepada Pak rektor dan jajarannya di Universitas Zuzulapan. Karena rupanya Menteri Pendidikan bekerjasama dengan kepolisian untuk memberantas bisnis jual beli gelar kesarjanaan. Untung, saya tidak ikut mendekam di penjara ditemani curut dan kecoa.

(BERGIDIK MERINDING)

Pak Prodo memang telah melakukan jual beli gelar. Ia menebar sarjana palsu di Manaboa ini. Tapi ia telah menghasilkan lima puluh orang doktor, seratus lima puluh tujuh Master Bisnis dan tiga ratus tiga puluh tiga sarjana berbagai bidang. Dia seorang gembong bisnis jual beli gelar yang selama ini telah berhasil mewisuda orang-orang penting di Manaboa ini dengan gelar-gelar imitasi. Di mana mereka yang membeli gelar imitasi itu?

MEMBACA KORAN

“JUAL IJAZAH PALSU: Gubernur Ini Ditawari Kuliah 6 Bulan Dapat Gelar Doktor”

"Dulu waktu saya di DPRM (Dewan Perwakilan Rakyat Manaboa) tuh ada yang menawarkan gitu-gituan, ada kuliah enam bulan, tapi sudah langsung S3," kata dia.  Dia setuju jika kasus pemalsuan ijazah itu ditangani di ranah hukum. “Tentu saja masalah kriminal, seperti apa langkah-langkah penyelesaiannya itu masuk ranah hukum, ranah kepolisian dan kejaksaan. Tapi, setuju untuk di usut tuntas karena mencoreng wajah pendidikan kita”.

Dia berharap, kasus ijazah palsu kali ini yang terakhir. “Mudah-mudahan jangan ada lagi,” katanya. University of Zuzulapan menjadi sorotan terkait dengan dugaan jual-beli gelar. Kampus itu difasilitasi oleh Lembaga Manajemen Internasional Manaboa yang memiliki beberapa kampus di Amarakua, dan cabang lainnya. (TERTAWA)

(BERBISIK) Padahal gubernur itu juga akhirnya mengambil tawaran itu, membeli gelar pada Pak Prodo, rupa-rupanya sekarang ia sudah menjadi Gubernur. (BANGGA) Lihat sendiri kan, akhirnya lulusan dari Universitas Zuzulapan ini banyak yang menjadi orang penting.

Mereka menjadi orang-orang penting di Manaboa ini!

(BERDIRI DAN BERTERIAK-TERIAK)

Mereka menjadi orang-orang penting di Manaboa ini!

(MARAH)

Seharusnya yang ditangkap itu bukan penjualnya tapi pembelinya, bukan pelacurnya, tetapi para hidung belangnya. Di negeri ini aneh, pelacur di tangkapi, dirazia malam-malam, hidung belangnya dibiarkan bebas kemana-mana. Termasuk dalam bisnis gelar ini, yang ditangkap malah penjualnya tetapi pembelinya dibiarkan begitu saja tanpa sangsi apa-apa, bahkan akhirnya banyak yang jadi orang penting.

(BERDIRI DAN BERTERIAK-TERIAK)

Yang harus ditangkap itu pembeli bukan penjual!

Yang harusnya ditangkap itu pembeli bukan penjual!

Dampak dari penangkapan Pak Prodo mengubah hidupku, aku di PHK karena bekerja dengan Prodo Imitatio dan dianggap menjadi antek-antek yang membantu jual beli gelar tersebut. Dari pengalaman kerjaku dengan Pak Prodo, aku susah mencari pekerjaan banyak yang menolakku. Kini aku kesulitan, uang semakin menipis. Aku hanya mendekam di ruangan 4 x 3 meter, melihat tambah anehnya negeri ini.

Tidak. Tentu, aku tidak menyalahkan Pak Prodo, karena bisnis jual beli gelarnya tentu tidak akan besar dan terkenal jika tidak banyak orang-orang yang nafsu pada gelar, selama orang itu tidak butuh. Karena gelar memang dicari demi gengsi, diburu demi sesuatu.

(TERKEKEH-KEKEH SEPERTI KAMBING)

MELIHAT KECOA DI SEKITAR RUANGANNYA. MENGAMATI DAN MENANGKAP KECOA TERSEBUT.

Sebagai hiburan, (tertawa) curut dan kecoa suka ku kejar-kejar. Kecoa tidak kumatikan, tapi kutangkap lalu kuperhatikan, luar biasa saudara-saudara. Makhluk menjijikkan ini ternyata punya daya tahan hidup yang tinggi kalau tidak dibikin mati. Dia akan tetap bertahan tanpa tahu waktu sudah berganti. Si kecoa ini, aku beri nama si kepala baja, karena cerminan aku yang tengah menderita tetapi harus bertahan hidup.

Sebagai mantan pekerja Prodo, kecerdasannya mengalir padaku. Maka aku akan melestarikan tradisi itu, tradisi raja dan penjajahan dulu berdasarkan sejarah.

(BERSENANDUNG)

Jadilah bunglon jangan sapi

Sebab seekor bunglon pandai baca situasi

Jadilah karet jangan besi

Sebab yang namanya karet paham kondisi

(MENGAMBIL GAMBAR DARI KOPER, GAMBAR RAJA TENGAH MEMBERI GELAR PADA PENGIKUTNYA DALAM SEBUAH UPACARA)

Lihat ini baik-baik, dulu di zaman raja-raja hidup, sebagai penghargaan pada para pengikutnya, dia memberikan gelar dan kedudukan. Para pengikutnya menjadi hormat dan bermartabat.

(LALU MENYIMPAN KEMBALI DAN MENGGANTI DENGAN GAMBAR YANG LAIN. GAMBAR BANGSA ASING SEDANG MEMBERI GELAR PADA BUMIPUTRA)

Kemudian ini, di masa penjajahan bangsa asing. Untuk menggoda para bumiputra supaya merasa terhormat. Mereka memberi gelar pada siapa saja yang punya uang, gelar itu melekat dan orang itu merasa menjadi bangsawan, menak, raden, padahal tidak.

Tradisi itu harus dilestarikan, betul? Maka aku akan melanjutkan tradisi itu, tradisi Prodo Imitatio, tradisi raja dan penjajah dulu untuk berbisnis.

MENGGESEKKAN KEDUA TANGANNYA

Setelah pendidikan menjadi kebutuhan di negeri yang pendidikannya berseri-seri ini, sejumlah perguruan tinggi berdiri, program S1-S2-S3 pun banyak, ibaratnya mendaki gunung tinggi dengan susah payah, peluang itu muncul bagiku. Meski Prodo Imitatio telah ditangkap, aku dan kawan-kawan lain akan dengan gigih dan bertahan dalam bisnis jual beli gelar ini secara sembunyi-sembunyi dan kamuflase tinggi.

Bagiku apalagi, kecoa si kepala baja itu membuat aku sadar dan belajar, bahwa gelar akan terus diburu, sepanjang banyak orang memerlukan gelar tanpa harus susah payah asalkan punya uang, bisnis itu tak kan mati. Karena uang adalah alat pembeli gelar yang paling ampuh dan dahsyat. Seperti pelacuran, sepanjang masih banyak laki-laki hidung belang mata bongsang bertandang ke sarang-sarang kenikmatan ranjang itu, sepanjang itu juga bisnis esek-esek laku keras bak kacang goreng.

MELAKUKAN SULAPAN DARI SEBUAH KOTAK

Yok dibantu yok

Simsalabim jadi apa prok prok prok

Simsalabim jadi apa prok prok prok

Jadi apa hayo?

Jadi apa?

TERKEKEH SAMBIL MENUNJUKKAN UANG

Jadi uang

BLACK OUT

Aku mau pulang, aku mau pulang

Aku mau pulang dan membawa uang segudang… segudang…

uu… uang… uu…uang… (2x)

Referensi lagu :

Nak versi 2 – Iwan Fals                  Uang - Naif

Selasa, 11 Juli 2023

SELASA SASTRA - CERPEN "Malas Sekolah"

 

Malas Sekolah

oleh : dans

 

“Bila, bangun. Sudah waktunya sekolah.”

Mata ini terlalu berat untuk merespon ocehan Ibu sejak pagi. Namun apa boleh buat, perlahan aku membuka mata dan meraba gawai yang biasa aku letakkan di meja samping tempat tidur. Jam telah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, menandakan bahwa kelas akan segera di mulai. Bergegas aku beranjak dari tempat tidur, lalu duduk di depan meja belajar. Mempersiapkan segala hal untuk sekolah pagi ini ‒sekedar untuk mencuci muka pun aku tak sempat.

Aku sudah terlalu muak dengan kegiatanku selama beberapa bulan ini. Kukira belajar di rumah akan terasa lebih mengasyikkan ketimbang harus bersiap-siap pergi ke sekolah, nyatanya kenyataan tak selamanya indah sesuai dengan harapan. Aku mulai menyesali angan-anganku kala itu sebelum semua menjadi kenyataan.

“Nabila Wahyu,” suara seorang guru memanggilku dari balik layar monitor komputerku. “Hadir, Bu,” aku menjawab dengan suaraku yang masih serak, menunjukkan bahwa aku baru saja bangun dari tempat tidur.

“Wah, Mba Bila baru saja bangun, ya.”

Tepat! Jawabku dalam hati.

Keadaan menuntut semua manusia di dunia untuk berubah. Keadaan ini datang tanpa aba-aba, aku atau bahkan mungkin semua manusia di bumi ini tidak pernah berpikir semua ini akan terjadi. Ini seperti mimpi buruk yang datang bertubi-tubi tanpa henti. Siapa yang bisa menyangka akan datangnya penyakit mematikan dan sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia?

Karena itu, semua orang dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan di rumah. Begitu pun dengan sistem pembelajaran para siswa sekolah, baik dari yang masih taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kami para pelajar diharuskan untuk melakukan segala kegiatan sekolah dari rumah.

Namun sekolah di rumah hanya membentukku menjadi seorang pemalas. Aku bahkan tidak sempat untuk membersihkan badanku sebelum memulai pertemuan virtual dengan guru. Aku pun acuh tak acuh dengan apa yang sedang guru bicarakan di balik layar monitor ini. Aku hanya asyik dengan duniaku sendiri. Terkadang pertemuan virtual ini hanya akan aku tinggal tidur atau bermain gawai.

“Untuk mengakhiri pembelajaran hari ini, Ibu mau memberikan tugas kelompok ke teman-teman semua,” ucap Ibu guru.

Percaya atau tidak, pada tiap pertemuan virtual seperti ini, aku memperhatikan guru hanya saat presensi dan pemberian tugas.

“Tugasnya sudah Ibu kirim melalui chat box, silahkan di-download dan dikerjakan. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang,” lanjutnya.

“Untuk pembagian kelompoknya bagaimana ya, Bu?” celetuk salah satu teman kelas untuk memastikan bagaimana sistem pembagian kelompok.

“Saya serahkan ke teman-teman semua mau bagaimana pembagiannya, yang jelas dibagi menjadi 6 kelompok. Sekian, saya akhiri pertemuan hari ini,” pungkas Ibu guru dan pertemuan virtual hari ini pun berakhir.

Aku benar-benar sudah muak dengan sistem pembelajaran ini. Terlebih saat mendapat tugas kelompok.

Sejak hari pertama aku memulai pembelajaran di sekolah ini, aku tak pernah benar-benar mengenal teman-teman kelas. Aku juga bukan seorang ekstrover yang dengan mudah dapat berbaur dengan teman-teman, baik di dunia nyata mau pun di dunia maya. Itulah mengapa aku sangat membenci tugas kelompok ketika guru membebaskan siswanya dalam membagi kelompok.

Aku akan menjadi orang terakhir yang mendapat kelompok ketika pembagian kelompok dimulai. Ini bukan tentang siapa cepat dia dapat atau pemilihan random pada aplikasi spin. Budaya kelasku selalu menerapkan circle pertemanan. Bagi yang tidak mempunyai circle pertemanan akan sangat dirugikan, dan aku salah satunya.

Argh, menyebalkan! Mengapa aku selalu mendapat kelompok yang isinya orang-orang tidak berguna? Kesalku dalam hati.

Sungguh menyebalkan ketika kelompok sudah terbagi dan aku mendapatkan teman-teman kelompok yang tidak bertanggung jawab atas tugas yang telah diamanahkan. Maka tidak heran jika nilai-nilaiku tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Entahlah mungkin aku yang salah karena tidak berusaha lebih keras dalam belajar atau mungkin karena aku tak mempunyai circle pertemanan?

Aku tidak tahan. Sungguh kehidupan sekolah ini sangat menyengsarakan. Hampir tiap malam aku menyalahkan diriku sendiri karena tidak menjadi manusia yang lebih baik. Pertanyaan-pertanyaan depresif selalu menghantuiku.

Mengapa aku sangat pemalas?

Mengapa aku sangat sulit berbaur dengan teman-teman sebayaku?

Mengapa ekspektasiku selalu tinggi ketika aku tak pernah benar-benar baik dalam berusaha?

Hingga pada akhirnya aku tak mampu menahannya sendiri. Aku beranjak dari kamar tidurku. Kudapati ibu sedang menonton serial TV di ruang keluarga. Perlahan aku berjalan menuju ibu. Dengan tatapan penuh pilu aku duduk di sampingnya.

“Ibu,” ucapku lirih.

Ibu menoleh dan menatapku penuh tanya.

“Ada apa?” tanya ibu.

Air mata yang sejak tadi aku bendung akhirnya tak sanggup untuk menampungnya lagi. Ia mulai mengalir deras bersamaan dengan pilu-pilu yang selama ini menggerogoti hati dan pikiranku. Isak tangisku makin menjadi-jadi. Ibu yang tak mengerti apa-apa semakin panik melihat anaknya yang tiba-tiba terisak di depan matanya.

“Bila, jawab ibu, kamu kenapa?” tanya ibu terus menerus bersamaan dengan air mata yang mengalir dipipinya. Tangannya berusaha menghapus air mata di pipiku. Apakah ibu dapat merasakan pilu yang selama ini bersamaku?

Aku berusaha keras untuk menghentikan isak tangisku. Sampai akhirnya, hal terakhir yang dapat aku katakan sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri dalam pelukannya adalah..

“Ibu, aku tidak ingin sekolah.”

POPULER