Adrian Witular
Cinta Parseman
Kau parut sebongkah cinta
Lalu dinikmati dengan mesra
Dilumuri kasih sayang
Ditaburi sepucuk harapan
Adrian Witular
Tinggal Rasa
Memberi sedikit rasa diantara awan-awan
dan menghamburkannya melalui udara
Sehingga itu yang kau hirup adalah aku
Adrian Witular
Serenity
Rembulan menyapa lebih cepat
Awan seakan meracik warna terbaiknya
Pohon bersujud akan kedatangannya
dan burung-burung bersenandung
Meluapkan rasa syukur keindahan tuhan
Adrian Witular
Tanda Rasa
Biarkan senyum ini terus lebar
Menutupi sebuah penyesalan
Ditikam rasa sabar
Tanpa tau harus berjabar
Adrian Witular
Ekspedisi Mimpi
Hitam putih dimata sang pemimpi
Dengan khayal larut akan sepi
Diselimuti kehangatan dalam pelukan
Terbangun dari pejaman yang rapat
Dikira sudah mati atau bahkan di samping tuhan
Adrian Witular
Saat Saat
Sang tuan jatuh membawa berita
Akan pesta anak-anak ditengah lapang
Kini menjadi petaka ibu rumah tangga, tak apa
Singkat tapi pembuat kehangatan dimeja makan
Adrian Witular
Kaki Jalanan
Raga kanak sedang jiwa dewasa
Karena berseteru dengan sirine
dan desir peluru
Diselimuti maha takut
Dengan rasa yang menebus kalbu
Dipelukan tumpukan tak beraturan
Merelakan hayat digenggam tuan.
Kini hanya cermin pembuat resah
akan rasa yang tertindas
Rela
Walau tempat bersandar hanya sekadar
Rela
Walau tuan tampak seperti tuhan
Rela
Walau ajal terlihat terjal
Kurela hingga saatnya semua merela
Adrian Witular
Kata Keranjang
Dibawah pohon tak berdaun
Yang Dielus bulan jalanan
Kehangatan meninggalkan pesan :
Tuan memanjang menyetubuhi angin selatan
Adrian Witular
Sorak Daun Mati
Diantara gemuruh ombak
Dan teriakan orang bersorak
Aku adalah daun yang terbawa
Ombak ke tengah lautan
Tersesat akan jalan pulang
Menyapa para nelayan sedang beribadah
Walau hatinya belum tentu tabah
Menabrak karang dan kerang
Tak tau akan terang benderang
Ku biarkan semua tersapu sampai aku menyatu
Hingga aku menjadi debu
Adrian Witular
Kutub Bertanya
Didalam ruang seperti kutub
Seorang dosen berkata kepada
Mahasiswanya.
“Ini Namanya apresiasi”
Lalu aku mulai bertanya
Apakah apresiasi bisa dibeli?
Apakah apresiasi itu bisa tukar tambah?
Apakah apresiasi itu berbentuk?
Dosen diam termenung tanpa kata
Adrian Witular
Tuan
Kepada tuan sinar Kembali dipanggil
Melalui angin hilir menjadi fosil
Lantas tuan Kembali menjadi raja
Tertulis rasa kedua.
Adrian Witular
Atur
Ketika semua hidup penuh aturan
Apakah kehidupan beraturan?
Atau mungkin hidupnya
Tidak mempunyai aturan?
Adrian Witular
Ngajab
Mentari bangun lebih cepat
Menyambut burung
Yang sedangpaduan suara
Awan berjalan lebih cepat
Dikejar matriks yang dibuatnya
Langit sudah di laundry sehingga
Memunculkan warna terindahnya
Sedang aku masih menggunakan
Baju yang sama
Warna yang sama
Wangi yang sama
Bahkan dengan tulisan yang sama
“Semua baik-baik saja”
Adrian Witular
Apakah Atau
Pada akhirnya Mentari
Muncul dengan skala kecil
Menyinari tapi tak menghangatkan
Lantas harus bagaimana?
Apakah?
Atau?
Adrian Witular
Andai
Andai kau tak cepat menanam bunga sepatu
Akan kuberikan bunga mawar putih
Disebuah pementasan berlatar kosong
Menggunakan suasana marah dan sedih
Sebuah tepukan terlempar keatas panggung
Yang mengirim kau ke surga
Is-be
Kar.
Adrian Witular
Jejak
Setiap jejak kaki akan tercatat
Walau rerumputan enggan ikut
Serta angin akan menyapu langkah
Demi langkah, ombak bagai
Pengiring dari setiap pijakan,
Burung menjerit akibat kepanasan
Dan Mentari akan menyoroti hal itu.
Adrian Witular
Basa Basi
Seorang pemuda pernah bertanya :
Apa gunanya syarat jika syarat tidak menjadi syarat?
Semua diam
Apakah syarat itu menjadi keharusan agar tak berurusan?
Semua diam
Dan apakah aku berkata harus bersyarat?
Semua diam
Aku melemparkan senyum dan berkata :
Semua basa basi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar